Jumat, 17 Desember 2010

BAB I

PENDAHULUAN

I. Hepatitis

Dalam masyarakat penyakit hepatitis biasa dikenal sebagai penyakit kuning. Sebenarnya hepatitis adalah peradangan organ hati (liver) yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab penyakit hepatitis atau sakit kuning ini antara lain biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah gangguan metabolisme, konsumsi alkohol, penyakit autoimun, hasil komplikasi dari penyakit lain, efek samping dari konsumsi obat-obatan maupun kehadiran parasit dalam organ hati (liver).

Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", sedangkan hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis". Salah satu gejala penyakit hepatitis (hepatitis symptoms) adalah timbulnya warna kuning pada kulit, kuku dan bagian putih bola mata. Peradangan pada sel hati dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan, bahkan semua bagian dari organ hati (liver). Jika semua bagian organ hati (liver) telah mengalami kerusakan maka akan terjadi gagal hati (liver) yang menyebabkan kematian.

Meskipun saat ini telah ada teknologi pencangkokan/transplantasi organ hati (liver) untuk mengganti organ hati (liver) yang telah tidak berfungsi, tetapi selain biayanya sangat mahal, kesuksesan pencangkokan hati hingga saat ini masih sangat kecil persentasenya.

II. Jenis Virus Hepatitis

1. Virus hepatitis A

Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.

2. Virus hepatitis B

Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah. Penularan biasanya terjadi diantara para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra seksual (baik heteroseksual maupun pria homoseksual).

Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus hepatitis B. Di daerah Timur Jauh dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati.

3. Virus hepatitis C

Menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah. Virus hepatitis C ini paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual. Untuk alasan yang masih belum jelas, penderita "penyakit hati alkoholik" seringkali menderita hepatitis C.

4. Virus hepatitis D

Hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki risiko tinggi terhadap virus ini adalah pecandu obat.

5. Virus hepatitis E

Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya terjadi di negara-negara terbelakang.

6. Virus hepatitis G

Jenis baru dari virus hepatitis yang telah terdeteksi baru-baru ini.

Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis :

a. Virus Mumps

b. Virus Rubella

c. Virus Cytomegalovirus

d. Virus Epstein-Barr

e. Virus Herpes

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hepatitis B

I. Definisi

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB). Suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.

II. Penyebab Hepatitis B

Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern bisa juga menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.

III. Struktur Virus

Virus hepatitis B termasuk DNA virus yang berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya. Dengan mempelajari pola penyebaran subtipe dapat diperoleh gambaran pola migrasi penduduk dimasa yang lalu, sebab infeksi HBV dari suatu subtipe yang menular kepada individu yang lain akan menunjukkan subtype yang sama. Subtipe ternyata ada hubungan dengan faktor etnik serta genetik, hal ini terutama berlaku untuk pengidap kronik.

Subtipe adw terdapat di daerah yang luas mulai dari Afrika Utara dan Afrika Barat serta Afrika Tengah, daerah Mediterania Timur. Asia Barat sampai India Utara. Subtipe adw terutama didapat di Afrika Timur, Eropah Barat, Amerika Utara dan Selatan. Di Asia dan Oceania subtype adr banyak didapat di Tiongkok Utara, Korea, pulau-pulau besar di Jepang, Malaysia, Birma dan Muangthai. Sedangkan subtipe adw terutama terdapat di bagian selatan yaitu Tiongkok Selatan, Taiwan, Okinawa dan Amami, Filipina dan Indonesia. Subtipe ayw didapatkan di Malaysia, penduduk pribumi Australia, Vietnam dan Papua Nugini. Subtipe ayr sangat jarang ditemui dan dilaporkan dalam persentase rendah di Muangthai Utara, Kepulauan Solomon, Kepulauan New Hebrides dan Papua Nugini.

IV. Insidensi

Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina, Vietnam, Korea, dimana 50–70 % dari penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 – 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surfase Antigen (HbsAg) .Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 %).

Infeksi HBV tersebar diseluruh dunia dan menyebar dari individu yang mengidap infeksi kepada individu lain serta dapat menyebarkan adanya “reservoir” berupa pengidap kronik (“chronic reservoir”) yang jumlahnya lebih dari 280 juta orang. Dalam populasi manusia banyak terdapat carrier Hepatitis B, diperkirakan melebihi 200 juta di seluruh dunia. Angka Carrier dan distribusi usia dari antigen permukaan berbeda dalam berbagai daerah.

Sebagian besar pengidap infeksi HBV terdapat di Benua Asia, kemudian di Benua Afrika. Dengan makin majunya komunikasi dan peningkatan imigrasi penduduk, maka perpindahan penduduk meningkat dan kemungkinan terdapatnya fokus penularan infeksi di daerah-daerah dengan prevalensi rendah juga meningkat. Sebagai contoh imigran dari Vietnam saat ini menimbulkan masalah infeksi HBV di negara-negara tujuan mereka seperti Amerika, Eropa Barat serta Australia.

V. Penularan

Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

a. Darah

b. Saliva

c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B

d. Feces dan urine

e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.

Cara penularan virus Hepatitis B

Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :

a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo.

b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:

a. Penularan vertical : yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.

b. Penularan horizontal : yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.

Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Penularan :

1. Konsentrasi virus

2. Volume inokulum

3. Lama kontak

4. Cara masuk HBV ke dalam tubuh

5. Kerentanan individu yang bersangkutan

VI. Gejala Klinis

Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh. Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.

Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi.

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2 yaitu :

1. Hepatitis B akut

Yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh.

Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu:

a. Hepatitis B akut yang khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.

Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

1) Fase Praikterik (prodromal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).

2) Fase lkterik

Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.

3) Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. Pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

b. Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.

c. Hepatitis Subklinik

2. Hepatitis B kronis

Yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.

VII. Respon Imun

Respon imun tubuh pada virus secara bertentangan menyebabkan kerusakkan. Jadi, pada suatu infeksi virus hepatitis B, respon imun tubuh pada virus bertanggung jawab untuk kedua-duanya, eliminasi (penghilangan) virus hepatitis B dari tubuh dan kesembuhan dari infeksi. Namun, pada saat yang bersamaan, luka pada sel-sel hati disebabkan oleh respon imun yang sama itu pada virus hepatitis B dalam sel-sel hati.

Imunitas dimediasi sel dan humoral terhadap antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dipelajari dalam sembilan pembawa HBsAg asimtomatik, sembilan pasien dengan kekebalan yang diperoleh alami untuk infeksi HB dan sembilan donor HB-rentan. T perifer dan limfosit B dari semua operator HBsAg asimptomatik dan semua donor HB-kekebalan dipelajari secara khusus diinduksi ke sekresi proliferasi dan anti-HBs jika dirangsang dengan dosis rendah HBsAg (antigen protein 2-30 ng / ml) in vitro. Aktivasi ini dicapai dengan mencampur B dimurnikan dan / atau sel T dengan konsentrasi optimal sel autologous monocytic. T dan sel B dari donor HB-rentan non-responsif dalam kondisi budaya yang identik. Data ini tidak melakukan keduanya membuktikan adanya cacat kualitatif dalam fungsi sel T, maupun tidak adanya sirkulasi sel B mampu sintesis anti-HBs in vitro dalam pembawa HBsAg tanpa gejala. Dengan demikian, ketidakmampuan untuk me-mount tanggapan antibodi yang memuaskan HBsAg in vivo mungkin akibat dari respon imun antigen ini, yang mungkin menjadi faktor yang relevan dalam patogenesis carriership HBsAg tanpa gejala.

Jenis respon imun (seluler atau humoral) untuk infeksi dapat mempengaruhi apakah tuan rumah akan berhasil menghilangkan patogen, atau akan mengembangkan infeksi persisten dengan pendirian atau berulang penyakit kronis. Meskipun lengan humoral dari sistem kekebalan tubuh penting terutama untuk pencegahan infeksi atau penyebaran infeksi melalui kompartemen ekstraseluler, jika patogen masuk keuntungan ke situs intraseluler yang dimediasi kekebalan respon-sel menjadi penting untuk patogen eliminasi atau control. Data yang kompatibel dengan konsep ini berasal dari penelitian terhadap penyakit menular seperti HIV-1 ( 1 - 5 ), kronis hepatitis B ( 6 ) dan leishmaniasis ( 7 - 9 ).

VIII. Pemeriksaan Laboratorium

Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus hepatitis B (serologi) yang mencerminkan beragam komponen-komponen virus hepatitis B.

Dibawah ini beberapa macam pemeriksaan laboratorium untuk penyakit Hepatitis B :

1. Tes-tes darah hati standar (seperti ALT/SGPT dan AST/SGOT) yang dapat menjadi abnormal ketika hati dirusak oleh penyebab apa saja, termasuk infeksi virus hepatitis B.

2. HBsAg dan anti-HBs

Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif dan ketidakhadiran HBsAg berarti tidak ada infeksi virus hepatitis B aktif. Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) biasanya timbul.

3. Anti-HBc

Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun, terdeteksi dalam darah. IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator) untuk infeksi hepatitis B akut.

4. HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core

Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis.

5. Hepatitis B virus DNA

Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam).

IX. Follow Up

1. Menghilangkan konsumsi alkohol

Alkohol mempercepat perkembangan penyakit hati.

2. Menghindari obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati

Tidak diperbolehkan mengambil over-the-counter (OTC) obat-obatan seperti acetaminophen (Tylenol, yang lain), obat resep tertentu, atau vitamin dan suplemen gizi tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan.

3. Mempertahankan gaya hidup sehat.

Pastikan berolahraga secara teratur, mendapatkan banyak istirahat dan makan makanan yang sehat yang menekankan buah-buahan segar, sayuran dan biji-bijian.

4. Mencegah orang lain dari kontak dengan darah pasien hepatitis

Tutup setiap luka yang mungkin dimiliki dan jangan berbagi pisau cukur. Jangan menyarankan pekerja perawatan kesehatan yang memiliki hepatitis B menyumbangkan darah, organ tubuh atau sperma.

5. Penghentian penggunaan narkoba suntikan.

Jika menggunakan obat, berhenti dan masuk ke program pengobatan. Jika tidak dapat berhenti, janganberbagi jarum, dan mendapatkan vaksinasi hepatitis A & B.

6. Melindungi anak-anak.

Jika sedang hamil dan menderita hepatitis B, maka bayi yang lahir dari Ibu yang terinfeksi Hepatitis B dapat diberikan hepatitis B globulin imun dan vaksin dalam waktu 12 jam setelah lahir untuk membantu mencegah dari virus.

7. Tindakan lebih lanjut untuk pasien Rawat Inap

Pasien dengan penyakit klinis berat mungkin memerlukan rawat inap. Ada waktu prothrombin berkepanjangan, tingkat serum albumin rendah, hipoglikemia, dan nilai-nilai serum bilirubin yang sangat tinggi menunjukkan penyakit hepatoseluler berat, pasien dengan temuan ini membutuhkan perawatan rumah sakit.

8. Tindakan lebih lanjut untuk pasien Rawat Jalan

Semua orang dengan hepatitis B kronis tidak kebal terhadap hepatitis A, maka harus menerima 2 dosis vaksin hepatitis A selama 6-18 bulan terpisah. Wanita yang HBs Ag-positif memiliki risiko yang sangat tinggi untuk transmisi vertikal VHB pada bayi mereka. Oleh karena itu, rekomendasi saat ini untuk bayi yang mendapat HBs Ag-positif dari ibu untuk menerima imunoglobulin hepatitis B dan vaksinasi hepatitis B dalam waktu 12 jam lahir, ini telah ditunjukkan secara substansial mengurangi resiko transmisi perinatal. Adalah penting bahwa bayi ini menerima satu set lengkap 3 vaksinasi dan jangka panjang tindak lanjut. Menyusui diperbolehkan dan tidak menimbulkan risiko penularan virus hepatitis B (VHB) ke bayi yang telah mulai profilaksis.

B. Hepatitis C

I. Definisi

Hepatitis C adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis C. Infeksi virus ini dapat menyebabkan peradangan hati (hepatitis) yang biasanya asimtomatik, tetapi hepatitis kronik yang berlanjut dapat menyebabkan sirosis hati dan kanker hati. Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.

15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh membersihkannya dan tidak ada konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.

Virus hepatitis C menyebar dengan kontak darah-ke-darah dari darah seseorang yang terinfeksi. Gejala dapat secara medis ditangani, dan proporsi pasien dapat dibersihkan dari virus oleh pengobatan anti virus jangka panjang. Walaupun intervensi medis awal dapat membantu, orang yang mengalami infeksi virus hepatitis C sering mengalami gejala ringan, dan sebagai sebab dari tidak melakukan perawatan. Diperkirakan 150-200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi hepatitis C. Di Amerika Serikat, orang dengan sejarah penggunaan jarum suntik, penggunaan narkoba, tato atau yang telah diekspos menuju darah melalui seks tidak aman yang meningkatkan risiko penyakit ini. Hepatitis C adalah akibat dari transplantasi hati di Amerika Serikat.

II. Penyebab Hepatitis C

Hepatitis berarti pembengkakan pada hati. Banyak macam dari virus Hepatitis C. Dalam banyak kasus, virus yang masuk ke dalam tubuh, mulai hidup di dalam sel hati, mengganggu aktivitas normal dari sel tersebut, lalu menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C kemudian menginfeksi sel lain yang sehat.

Pada penderita Hepatitis C, sangat penting untuk mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari alkohol. Alkohol akan memperparah kerusakan hati, baik dalam pengobatan ataupun tidak. Salah satu gejala umum dari Hepatitis C adalah kelelahan kronis. Kelelahan juga bisa sebagai efek samping pengobatan Hepatitis C. Rasa lelah akibat Hepatitis C dapat diatasi dengan istirahat cukup dan menjalankan olah raga yang rutin. Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya. Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.

III. Struktur Virus

Virus Hepatitis C (hepatitis C virus, HCV) adalah virus berenvelop dan bermateri genetik RNA dan menyebabkan hepatitis C. Berdasarkan profil materi genetiknya, HCV digolongkan menjadi enam genotip yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Virus ini menyerang hati dan menyebabkan hepatitis C akut dan hepatitis C kronis. Strukturnya terdiri atas envelop lipid yang mengandung glikoprotein envelop E1 dan E2, protein kapsid C yang membungkus materi genetiknya, dan protein non-struktur.

IV. Insidensi

Insidensi hepatitis virus selama 5 tahun berdasar penelitian yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin Bandung antara (1977-1981) adalah 22,3% dari seluruh penderita penyakit hati. Kini sekitar 10 % penduduk Indonesia menderita hepatitis dan yang tersering adalah hepatitis A, B, dan C. Prevalensi di Indonesia sekitar 5 – 10% jumlah penduduk atau sekitar 11 juta orang. Selain itu penyebaran virus hepatitis ini dapat melalui transmisi perinatal dan horizontal sehingga sebesar 6% orang yang terinfeksi hepatitis sekitar usia 5 tahun akan menjadi kronik. Sekitar 15 – 40 % dari seluruh penderita hepatitis akan mengalami perburukan penyakit.

Perkembangan penyakit dipicu dari faktor-faktor seperti muatan virus, umur saat infeksi, status imun penjamu dan alkohol.

V. Penularan

Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung dengan darah atau produknya dan jarum atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Dalam kegiatan sehari-hari banyak resiko terinfeksi Hepatitis C seperti berdarah karena terpotong atau mimisan, atau darah menstruasi. Perlengkapan pribadi yang terkena kontak oleh penderita dapat menularkan virus Hepatitis C (seperti sikat gigi, alat cukur atau alat manicure). Resiko terinfeksi Hepatitis C melalui hubungan seksual lebih tinggi pada orang yang mempunyai lebih dari satu pasangan.

Penularan Hepatitis C jarang terjadi dari ibu yang terinfeksi Hepatitis C ke bayi yang baru lahir atau anggota keluarga lainnya. Walaupun demikian, jika sang ibu juga penderita HIV positif, resiko menularkan Hepatitis C sangat lebih memungkinkan. Menyusui tidak menularkan Hepatitis C. Penularan Hepatitis C ke orang lain tidak melalui pelukan, jabat tangan, bersin, batuk, berbagi alat makan dan minum, kontak biasa, atau kontak lainnya yang tidak terpapar oleh darah. Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya

VI. Gejala Klinis

Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.

Jika gejala-gejala di bawah ini ada yang mungkin samar :

a. Lelah

b. Hilang selera makan

c. Sakit perut

d. Urin menjadi gelap

e. Kulit atau mata menjadi kuning (disebut "jaundice") jarang terjadi

Dalam beberapa kasus,Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.

Meskipun demikian, sangat perlu untuk melakukan tes jika anda pikir anda memiliki resiko terjangkit Hepatitis C atau jika anda pernah berhubungan dengan orang atau benda yang terkontaminasi. Satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi penyakit ini adalah dengan tes darah.

VII. Respon Imun

Seperti hepatitis C virus akut (HCV), infeksi menimbulkan gejala klinis dalam banyak kasus, imunologi berkorelasi dengan pemulihan yang tidak didefinisikan dengan baik. Respon imun seluler diperkirakan berkontribusi pada penghapusan sel yang terinfeksi HCV dan spesifik yang kuat. HCV-T-helper-sel (Th) respon dikaitkan dengan pemulihan dari hepatitis C akut. Namun, diagnosis hepatitis C diselesaikan berdasarkan pada deteksi antibodi spesifik HCV dan tidak adanya RNA HCV yang terdeteksi, dan perbandingan rinci tentang respon imun seluler dan humoral telah terhambat oleh kenyataan bahwa HCV strain biasanya heterogen dan bahwa data klinis dari fase akut dan jangka panjang tindak lanjut setelah infeksi umumnya tidak tersedia.

Apabila perempuan sengaja terkena strain HCV yang sama, dikenal 3 urutan dan menemukan bahwa antibodi HCV-spesifik yang beredar tidak terdeteksi pada banyak pasien dengan umur 18-20 tahun setelah pemulihan, sedangkan khusus helper HCV dan sitotoksik T-sel tanggapan dengan interferon (IFN) - γ-memproduksi (Tc1) fenotipe yang bertahan. Data ini menunjukkan ini khusus HCV CD4 + dan CD8 + T sel adalah biomarker untuk paparan HCV sebelumnya dan setelah pemulihan. Karena antibodi terhadap HCV tidak terdeteksi, kejadian infeksi HCV

VIII. Pemeriksaan Laboratorium

Langkah pertama adalah tes skrining disebut ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay), yaitu tes untuk antibodi terhadap hepatitis C. (ELISA sering disingkat menjadi "AMDAL").

Antibodi dapat memberitahu bahwa virus telah ada di dalam darah, tapi mereka tidak memberitahu jika virus masih ada. Setelah terpapar seseorang dengan hepatitis C, diperlukan waktu beberapa minggu untuk mengembangkan antibodi hepatitis C. Sebuah ELISA negatif harus diulang dalam 3 bulan jika seseorang telah memiliki eksposur.

Kadang-kadang ELISA bisa menghasilkan positif palsu. Positif palsu berarti tes positif tetapi orang tersebut tidak memiliki hepatitis C. Hal ini penting untuk melakukan tes kedua yang akan mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif.

Sebuah uji rekombinan imunoblot (RIBA) yang mengidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan antigen HCV individu sering digunakan sebagai tes tambahan untuk konfirmasi dari hasil EIA positif.

Pengujian untuk HCV sirkulasi dengan uji amplifikasi RNA (polymerase chain reaction atau PCR misalnya, assay DNA bercabang) juga dimanfaatkan untuk konfirmasi hasil serologi serta untuk menilai efektivitas terapi antivirus. Hasil yang positif menunjukkan adanya infeksi aktif dan berpotensi untuk penyebaran infeksi dan atau / perkembangan penyakit hati kronis.

Tes serologi

1. Enzim Immunoassay

Orang yang diduga menderita hepatitis C harus diuji untuk anti-HCV sebagai tes skrining awal. Anti-HCV terdeteksi oleh enzim immunoassay (EIA).

2. Rekombinan imunoblot Assay

Imunoblot tes dapat digunakan untuk mengkonfirmasi reaktivitas anti-HCV. Tes ini juga disebut "bercak Barat". Serum diinkubasi pada strip nitroselulosa yang empat protein virus rekombinan yang dihapuskan. perubahan warna menunjukkan bahwa antibodi patuh terhadap protein.

3. Tes langsung untuk RNA HCV

TMA amplifikasi PCR dapat mendeteksi rendahnya tingkat HCV RNA dalam serum. Pengujian untuk HCV RNA merupakan cara yang dapat diandalkan untuk menunjukkan bahwa infeksi hepatitis C hadir dan merupakan tes yang paling spesifik untuk infeksi.

4. Kuantifikasi RNA HCV dalam serum

Beberapa metode tersedia untuk mengukur tingkat konsentrasi atau virus dalam serum, yang merupakan penilaian tidak langsung dari viral load. Metode-metode ini termasuk PCR kuantitatif dan bercabang DNA (tes BDNA) uji.

5. Genotipe dan serotipe HCV

Ada enam genotype yang dikenal dan lebih dari 50 subtipe dari hepatitis C. Genotipe ini membantu dalam mendefinisikan epidemiologi hepatitis C.

6. Tingkat ALT Normal Serum

Sampai dengan 40% pasien dengan hepatitis C kronis memiliki serum alanine aminotransferase normal (ALT). Bahkan ketika di uji pada beberapa kesempatan.

7. Biopsi hati

Biopsi hati tidak diperlukan untuk diagnosis tetapi membantu untuk menilai tingkat keparahan penyakit dan stadium tingkat fibrosis dan kerusakan arsitektur permanen

IX. Follow Up

1. Tindak lanjut untuk Rawat Inap

Pasien sakit dengan penyakit hati dekompensasi harus ditransfer ke unit perawatan intens

2. Tindak lanjut untuk Rawat Jalan

Pasien dengan infeksi C hepatitic harus dipantau ketat efek samping dan respon terhadap terapi. Pasien dengan sirosis harus diskrining untuk HCC dan varises kerongkongan. Mereka juga harus dipantau untuk pengembangan penyakit hati dekompensasi.

Pada tahun 2004, Reiss dan Keeffe melaporkan bahwa pasien harus divaksinasi untuk hepatitis A virus (HAV) dan HBV sebelum atau setelah menyelesaikan pengobatan HCV

3. Transfer

Pasien dengan penyakit hati dekompensasi harus dirujuk ke pusat transplantasi hati jika mereka memenuhi kriteria transplantasi.

4. Metode terapi dengan produk Alami :

a. Konsumsi Nutriens High Cacium Powder I (1 x 1saset) 1 jam sebelum tidur selama 2 bulan (Dewasa) dan Childrent Nutrient Calcium Powder III untuk anak2.

b. Konsumsi Cordyceps Mycelium Capsules = 3 x 3tablet 1 jam setelah makan (Dewasa) dan anak diatas umur 5 tahun (2×2 tablet)

Jika mengkonsumsi obat dokter berikan 1 jam jarak setelah makan obat dokter.

5. Pengobatan dengan kombinasi pegylated interferon alfa dan ribavirin dengan lama terapi tergantung pada genotipe HCV. Tes diagnosa menggunakan Cobas Amplicor VHC Test, V 2.0 Rochee yang berbasis teknologi Polymerase Chain Replication, yang digunakan untuk mengidentifikasi virus hepatitis dan dilanjutkan dengan pengobatan mempergunakan Pegylated interferon alfa-2a (40KD) produksi Roche.

Read more " ..."
 

Free Blog Templates

klo dah dibaca jgn lupa kasih comment y..
Powered By Blogger

Blog Tricks

Powered By Blogger

Easy Blog Tricks

Powered By Blogger

Great Morning ©  Copyright by gie_red | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks